Sabtu, 13 Januari 2018

Menerima atau diterima(?)

Suatu hari ada laki-laki yang berkata "saya cari wanita yang bisa ngerti keadaan saya apa adanya" 

Oh kalo saya mah cukup cari yang mau menikahi, ga harus ngerti hidup saya. 

Lalu hening dan menghilang~
Mungkin dia mikir ini anak kok kayaknya agresif. Wkwkwk.

Yhaa aku ga perlu cari orang yang ngerti tentang serba-serbi duniaku dengan dunia bedah. Suntikan nomer berapa yang bikin sakit banget dan nomer berapa yang bikin sakit aja. Ga usah paham juga kalau parasetamol itu ada yang tablet dan ada juga yang suppos. Cuma butuh yang punya niat yang sama buat nikah dan membangun pernikahan. 

Sebenernya ga ada yang salah dengan keinginan mau di terima. Manusiawi lah yah. Aku pun pingin diterima. Apalagi pernikahan. Ibadah terpanjang seumur hidup, muna banget kalo ga pingin diterima. Tapi mbok ya kerenan dikit gitu. Sering banget aku denger kalimat kalimat ini

"Aku ga punya apa apa. Aku jelek. Aku ga sebaik kamu. Aku ga tinggi. Pendidikan kita ga setara. Aku dari keluarga biasanya. Aku harap kamu bisa terima aku apa adanya." endesbreeey endesbreeeeeyyyy.. 

Ooooohhh come on guys. Dunia kalian ngebosenin banget. Kalo kalian tau aku mungkin kalian nangis darah kali ya. Hahaha. Hal-hal seperti itu cukup diri kalian aja yang terima. Bukan orang lain. 

Nyatanya memang menerima diri sendiri itu jauh lebih susah ketimbang menerima orang lain. Jadi pendengar setia mahmud (mamah mamah muda)  buat aku belajar bahwa pernikahan itu butuh konsep. Aku mulai merumuskan rumah tangga seperti apa yang ku mau. Bagaimana peran suami yang ku mau.  jadi ga melulu soal 'bungkus'. Lokan itu bagus bgt dari luar. Kokoh, cantik, tapi pas di buka isinya cuma seuprit, lembek, dan butuh banyak untuk bisa bikin kenyang. 

"Heh gaji kan penting! Hari gini ga punya gaji mumpuni mau makan apa." Mau ngasih makan apa. Apalagi wanita sekarang ga cuma butuh nasi tapi butuh lipstik. Hahaha.

Iya gaji itu penting. Aku pun butuh sekali. Apalagi aloe vera gel nature republic sekarang makin mahal. Huhu sedih bet akutuuuu. #tjurhat

Tapiiiii guys. Aku punya prinsip lelaki itu harga diri nya di bekerja. Selama dia masih kerja, punya kerjaan yang menghasilkan aku ga masalah. Ga ambil pusing soal berapa penghasilaannya. Kalo cukup alhamdulillah kalo ngga cukup tinggal di koreksi dan di perbaiki. Lagian ya, Allah itu udah nyiapin pundak yang kokoh buat laki-laki. Jadi apa yang harus ditakutkan? Bukankah sebaik baiknya pengharapan ada padaNya?

Di terima itu memang membahagiakan, menenangkan.
Apalagi untuk skala pernikahan yang pada dasarnya memang penyatuan 2 manusia yang berbeda.
Tapi soal bahagia pasca pernikahan aku harus setuju dengan nasihat Ust. Bachtiar natsir.

"Bahwa kebahagian diri sendiri tetap menjadi tanggup jawab diri sendiri. Jangan pernah menggantungkan kebahagiaan, atau mengharap dibahagiakan oleh pasangan kita karena hasilnya akan makan hati.😂"

Nasehat itu aku pegang banget terlebih sejak 2 tahun lalu selepas kejadian yang menyedihkan. Bahagia jadi tugas ku sepenuhnya. Gimana caranya? Banyakin syukur.

Kebahagian itu menular, karna kita punya sistem syaraf yang menjadi jembatan penghubung dengan semesta dan menghubungkan kita dengan kebahagiaan demi kebahagiaan lainnya. Seperti kirana yang ga happy kalau ibooknya ga happy.
.
.
.
.
.
.
Lalu seperti aku yang ga se-happy ini kalau bukan kamu orangnya. eeeaaaaaa..

Sungguh Allah Maha mendengar, doa nyeleneh ku aja di kabulkannya dalam wujud kamu. Terima kasih sudah memberanikan diri untuk bertegur sapa lebih dulu karna aku sangat payah untuk perkara yang satu itu.

"Kamu siapa sih?" ehehe kepo.
Aku kasih tau ciri-cirinya ya. Emm sosoknya bisa membuat aku berkata This is me :)
Lah kayak judul lagu yak. Bomad daaah. Hahaha.

Well terima kasih untuk teman-teman yang sudah membaca. Semoga ada manfaatnya. Mohon dimaafkan dan dimaklumi kalau bikin bingung bin sampah. Yhaa beginilah balada usia seperempat abad. Wkwkwk. Doain dia berani hidup sama aku juga yaa. Hahaha. See you. Be happy and spread your love ❤️❤️❤️❤️